Monday, November 30, 2020

Anies Baswedan bukan temanku

 Anies Baswedan bukan temanku

Oleh:. 

Sirikit Syah

Banyak teman mengira aku pendukung AB, entah dalam konteks apa. Tapi aku memang mengagumi sosok satu ini jauh sejak dia masih “belum apa-apa”. Waktu itu, tahun 2007, saya masih di Brunei Darussalam. Saya membaca berita bahwa di salah satu majalah luar negeri, namanya disebutkan sebagai salah satu dari 100 tokoh muda berpengaruh di dunia.

Ketika dia menjadi Rektor Universitas Paramadina, saya hampir selesai kontrak dengan The Brunei Times. Saya menghubungi orang yang tidak saya kenal itu, dan dia menyambut dengan sangat ramah. Saya ajukan kemungkinan saya melamar sebagai wakil rektor di Paramadina, dia menyambut baik dan memberi petunjuk apa yg harus saya lakukan. Alhasil, pada suatu hari di Jakarta, saya berhadapan dengan AB dan jajarannya, diwawancarai untuk kemungkinan jabatan Warek I (kalau saya tidak salah ingat). Modal saya cuma pengalaman menjadi Warek di Stikosa 2003-2007 (pengalaman wartawan belasan tahun tidak signifikan di sini). Ternyata pada hari yang sama ada beberapa kandidat lainnya yang diwawancarai. Saya tidak berhasil, kandidat lain lebih memenuhi syarat dan standar Paramadina. Itulah pertamakalinya saya bertemu dengan AB.

Tahun 2008, merasa sudah kenal, saya mengundangnya untuk menjadi keynote speaker pada acara yang kami selenggarakan (LKM Media Watch – Klub Guru) untuk memeringati Hari Pendidikan Nasional. Fasilitas tempat dan snack disponsori Fakultas Kedokteran Unair. Biaya mendatangkan AB akan kami tanggung. AB bersedia hadir, di hadapan para guru dan dokter-dosen FK Unair, kira-kira 100 audience, dan berbicara dengan sangat mengesankan tentang pendidikan, toleransi, dan kebangsaan. Waktu mau ke bandara, asisten menyampaikan amplop biaya kehadirannya, dia menolak. Dia kembalikan. Jadi, dia datang memenuhi undangan orang yang baru dikenalnya, mengeluarkan biaya sendiri. Itulah Anies Baswedan, karakternya terbaca sejak sebelum dia jadi tokoh besar.

Tahun 2010 saya bertemu lagi di forum budaya ASEAN di Jakarta, AB sebagai salah satu pembicara, dan topiknya out of the box: perlunya pendidikan bagi para orangtua, sebelum mikir pendidikan generasi muda. Tahun yang sama, atau 2011, AB diundang ke kampus UNESA Ketintang. Ketika mobilnya putar-putar cari lokasi acara, saya yang sudah kontak-kontak dengannya, mencegatnya dan mengajaknya mampir di warkop kampus yang dipenuhi rekan alumni dan mahasiswa. AB bersedia masuk, duduk, ngobrol bersama kami, ngopi. Sesaat kemudian, dia menuju lokasi dengan audience memenuhi hall berkapasitas 1000-an orang, dan melakoni tugas sebagai main speaker dengan topik pendidikan dan masa depan bangsa.

Sampai di sini, saya berstatus hanya kenal dengan AB. Bukan teman. Tahun 2011 kalau tidak salah, AB mendirikan Indonesia Mengajar. Sungguh sebuah gerakan yang sangat diperlukan di Indonesia. Saya tidak tahu darimana fundingnya, tapi bagi para pengajar (umumnya mahasiswa tingkat akhir atau fresh graduates) diberikan honorarium yang layak. Mereka disebar ke pelosok-pelosok terjauh dan terpencil di seluruh Indonesia untuk mengajar anak-anak yang tak punya akses pendidikan formal, selama beberapa bulan atau satu tahun. Waktu itu saya berpikir: “Donaturnya pasti banyak ya, membiayai ratusan volunteer seperti itu, dan pasti nama AB ini sangat mudah menyerap dana alias punya nilai jual.”

Meskipun bukan teman, AB tiap tahun mengirimi saya kartu lebaran bergambar foto mutakhir keluarganya. Melihat foto anak gadisnya yang berambut ikal tanpa hijab, saya berkesimpulan bahwa mereka keluarga Islam moderat. Dia kemudian makin meningkat karirnya dengan ditunjuk sebagai Mendikbud di era awal Presiden Jokowi. Di era Presiden SBY, dia menduduki posisi tertinggi bersama Dahlan Iskan sebagai capres yang akan diusung oleh Konvensi Capres Partai Demokrat 2013-2014 (namun malah tidak jadi diusung). Sekali pernah dia kirim WA, mengomentari sebuah tulisanku di koran. “Tulisannya bagus, mbak,” tulisnya.

Tahun 2018, dalam sebuah perhelatan PWI Pusat, dimana saya merupakan salah satu pengurusnya, di gedung LKBN Antara di Jakarta, AB yang sudah menjadi Gubernur DKI menjadi pembicara. Ketika turun panggung, tentu dia dikerubuti wartawan dan panitia-pengurus PWI. Tapi begitu melihat saya, dia berhenti berjalan dan menyapa: “Mbak Sirikit, kok ada di sini. Bagaimana? Sehat ya?” Di hadapan begitu banyak orang, disapa tokoh semacam AB, rasanya sesuatu banget. Saya sendiri terkesan bahwa setelah sekian tahun tak bertemu, dia masih hafal wajah dan nama saya. Padahal kami tidak berteman akrab.

Itulah AB yang saya kenal. Baru-baru ini dia Kirim WA: “Assalamu alaikum Mba Sirikit. Mendoakan semoga Allah terus melimpahkan rahmah, barokah, dan perlindungan utk Mba Sirikit. Alhamdulillah masa kritis telah terlewati. Insya Allah makin sehat Mba. Kita bisa berdiskusi lagi, ngobrol lagi, dan sama-sama bekerja untuk kemajuan Indonesia.” Darimana dia tahu saya sakit? Tentu bukan dari saya. Fakta bahwa dia tahu, dan mengirimkan simpati serta doa, lagi-lagi meninggalkan kesan mendalam bagi saya.

Jadi, kalau ada yang menuduh saya pro/pendukung AB –dalam konteks politik- ya, apa boleh buat. Pengalaman nyata saya dan pengamatan selama ini sebagai pengamat media, tak bisa tidak, menyimpulkan bahwa dia orang yang baik. Terlepas dia pintar dalam berbagai hal, tidak terlalu penting. Yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah orang dengan pribadi/karakter yang baik, tak goyah oleh jabatan, kekuasaan, dipuji tidak terbang, dibully tidak tumbang.

========

Sirikit Syah

Penulis dan pengamat media

28 November 2020

Thursday, November 26, 2020

Pelopor Pendirian MUI

 PELOPOR BERDIRINYA MUI (MAJELIS ULAMA INDONESIA) :


1. Presiden Soeharto

2. Prof. Dr. Buya Hamka

3. KH. Syukri Ghazali

4. Prof. KH. Ibrahim Hosen

5. KH. Hasan Basri

6. Prof. KH. Ali Yafie


Presiden Soeharto

Lahir tahun 1921

Wafat tahun 2008

-Presiden Republik Indonesia


Prof. Dr. Buya Hamka

Lahir tahun 1908. 

Wafat tahun 1981. 

-Ketua Umum MUI (pertama) selama enam tahun. 

KH. Syukri Ghozali

Lahir tahun 1906. 

Wafat tahun 1984. 

-Ketua Umum MUI (kedua) selama tiga tahun. 

-Dekan Fakultas Syariah IAIN (UIN) Jakarta. 


Prof. KH. Ibrahim Hosen

Lahir tahun 1917. 

Wafat tahun 2001. 

-Ketua Komisi Fatwa MUI selama 20 tahun. 

-Rektor pertama IAIN (UIN) Palembang. 

-Rektor pertama PTIQ Jakarta. 

-Rektor pertama IIQ Jakarta. 


KH. Hasan Basri

Lahir  tahun 1920. 

Wafat tahun 1998. 

-Ketua Umum MUI (ketiga) selama enam tahun. 

Prof. KH. Ali Yafie

Lahir tahun 1926. 

-Ketua Umum MUI (keempat) selama 10 tahun. 

-Rektor IAIN (UIN) Makasar

-Rektor IIQ Jakarta. 

-Rais Aam PBNU.

Sejarah berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Embrio gagasan pendirian MUI muncul dari Prof. KH. Ibrahim Hosen, seorang ulama fikih kenamaan pada masa itu, ketika dirinya mempresentasikan makalah dalam konferensi alim-ulama di Jakarta.

Konferensi alim ulama tersebut berlangsung tepatnya pada tanggal 30 September sampai 4 Oktober tahun 1970 di Jakarta (saat itu usia Ibrahim Hosen sekitar 53 tahun). Dengan mengutip keputusan Majma’ Buhuts Al Islamiyah Kairo tahun 1964, Ibrahim Hosen mengemukakan pentingnya lembaga fatwa Sebagai wadah ulama untuk melakukan ijtihad secara kolektif. 

Namun gagasan tersebut pada awalnya belum mendapatkan dukungan penuh dari peserta konferensi.

Prof. DR. Buya Hamka, yang juga menjadi penyaji makalah saat itu pada awalnya menolak gagasan tersebut. (Usia Buya Hamka saat itu sekitar 62 tahun. 9 tahun lebih tua daripada Ibrahim Hosen). 

Sebagai gantinya, Prof. Dr. Buya Hamka merekomendasikan kepada Presiden Soeharto agar mengangkat Mufti Negara yang dapat memberikan nasihat kepada pemerintah dan ummat Islam Indonesia.(Meskipun pada akhirnya Buya Hamka ternyata menyetujui gagasan Ibrahim Hosen tersebut dan justru kemudian setelah MUI berdiri, Buya Hamka menjadi tokoh ulama yang dipercaya sebagai Ketua Umum MUI yang pertama) 

Gagasan tersebut akhirnya menguat dalam Lokakarya Muballigh se-Indonesia, yang diadakan oleh Pusat Dakwah Islam Indonesia pada tanggal 26-29 November 1974.

Saat itu lahir sebuah konsensus akan perlunya Majelis Ulama sebagai wahana untuk menjalankan mekanisme yang efektif dan efesien dalam upaya memelihara dan membina kontinuitas partisipasi umat Islam Indonesia terhadap pembangunan.

Konsensus untuk membentuk Majelis Ulama tersebut didukung penuh oleh Presiden Soeharto dan bahkan Presiden Soeharto pun memberikan saran agar pembentukan wadah ulama semacam itu diprakarsai mulai dari tingkat daerah. Saran itupun disetujui oleh seluruh peserta Lokakarya kala itu. 

Hal itu pun lebih diperkuat lagi dengan amanat Presiden Soeharto ketika menerima Pengurus Dewan Masjid Indonesia tanggal 24 Mei 1975 yang mengharapkan agar Majelis Ulama Indonesia segera dibentuk. 

Melalui Menteri Dalam Negeri ketika itu yaitu Amir Machmud, Presiden Soeharto menyarankan kepada para Gubernur untuk membentuk Majelis Ulama tingkat daerah.

Hasilnya, pada bulan Mei 1975 Majelis Ulama tingkat daerah telah terbentuk dihampir seluruh daerah tingkat I (Provinsi) dan seluruh daerah tingkat II Kabupaten Kota (meliputi 26 Provinsi).

Lahirnya MUI diawali dengan lahirnya PIAGAM BERDIRINYA MUI dalam musyawarah para ulama,  cendekiawan dan zu'ama dari berbagai penjuru tanah air. Musyawarah tersebut dalam sejarahnya kemudian dicatat sebagai Musyawarah Nasional (Munas) MUI yang pertama. 

Ketika itu hadir sejumlah tamu undangan sebanyak 26 ulama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia, 10 ulama perwakilan Ormas Ormas Islam tingkat pusat, 4 ulama dari Dinas Rohani Islam Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan juga POLRI. Serta 13 orang tokoh / cendekiawan yang hadir secara pribadi sebagai undangan khusus.

Setelah kepemimpinan MUI generasi awal,  estafet kepemimpinan MUI berlanjut dengan kepemimpinan generasi berikutnya seperti KH. Sahal Mahfud, Prof. Dr. Din Syamsuddin dan KH. Ma'ruf Amin. Diantara para tokoh MUI lintas generasi tersebut memang terpaut rentang usia yang cukup jauh. Misalnya saja, Prof. Dr. Buya Hamka selisih usianya 9 tahun lebih tua jika dibandingkan dengan Prof. KH. Ibrahim Hosen.  Sedangkan Prof. KH. Ibrahim Hosen selisih usianya 26 tahun lebih tua jika dibandingkan dengan Prof.KH. Ma'ruf Amin. 

Prof. KH. Ma'ruf Amin adalah Ketua Komisi Fatwa MUI menggantikan Prof. KH. Ibrahim Hosen yang merupakan Ketua Komisi Fatwa sebelumnya yang dijabat olehnya selama 20 tahun hingga wafatnya. 

#Regenerasi (estafet) kepemimpinan Majelis Ulama Indonesia#

Selamat MUNAS ke-10 Majelis Ulama Indonesia🙏

Jakarta, 25-27 November  2020

Wednesday, November 18, 2020

Amar Ma'ruf Nahi Munkar

 Pengakuan Dr. Ani Hasibuan (alumni FKUI tentang Habib Rizieq Syihab


HABIB RIZIEQ DI MATA SAYA


Tahun 99 Akhir, Saya Masih Muda Belia, Ditugaskan Di Anyer, Serang, Waktu Itu Masih Jawa Barat.

Sebagai Kepala Puskesmas, di salah satu Kecamatan disana.


Dalam kapasitas sebagai Kepala Puskesmas,

saya membuat semacam "Tour Of Duty," di lingkup Puskesmas, sehingga tiap petugas mendapat pengalaman bekerja di berbagai Divisi, termasuklah saya, yang saban Rabu ambil jatah dinas di Balai Pengobatan.


Saya waktu itu mengawali debut saya di PKM (Pengabdian Kepada Masyarakat), dengan Penyuluhan Kesehatan Reproduksi, saban Rabu Balai Pengobatan PKM Kami banyak didatangi wanita-2

(Saya gak mau bilang mereka gadis-2),

yang Astaghfirullah,

mengeluhkan gangguan kelamin

Alias STD (Sexually Transmitted Disease).


Well, Saya harus mahfum,

sebab wilayah wisata,

meski saya tidak bisa Claim In General, memang masih banyak menyediakan layanan prostitusi alias Pekerja Seks Komersial.


Namun yang membuat sesak dada saya, adalah tamu-2 (pasien) saya Itu, gadis muda belia, umur belasan tahun yang datang dengan Gonorrhea Dan Chlamydia (sebagian besar).


Waktu itulah saya mengenal dengan apa yang namanya...

"Transaksi Memexk" (Maaf).

Yakni, seorang gadis muda ini menjual dirinya sebagai Pekerja Seks dengan imbalan narkoba. Sedih, tak terasa saya menangis, waktu itu.


Sebagai mantan Reporter “Media Aesculapius”

Selama bersekolah Di FKUI, jiwa Investigasi saya muncul.

Dan... saya kemudian menemukan Fakta Ini,

Bahwa di awal, ABG-2 ini masih sekolah di SD atau SMP, ditawari oleh Bandar untuk menyicipi narkoba (Putauw/Heroin) secara gratis.

Lama kelamaan, ketika mereka mulai ketagihan, mereka tidak lagi bisa mendapatkan gratis, mereka harus bayar.

Sementara harganya makin naik.

Mereka pun tak mampu membelinya, karena  mereka orang miskin ( saya jadi merasa orang kaya (?)

Apa yang kemudian terjadi ?

Mereka ditawarkan jadi Pekerja Seks Komersial alias Pelacur Anak-Anak, dengan imbalannya adalah narkoba (putauw) yang mereka perlukan.

Mendadak dada terasa sesak, saya menangis…

Mengetahui fakta itu.


Saya mulai mendatangi ibu-ibu Pengajian Mingguan,

Bapak Lurah Dan Pak Camat, Pak Danramil, Pak Kapolsek untuk mengadu. Mereka semua seperti angkat tangan.

Ini musti diapakan ?

Tapi apa lacur,...

Si pemilik Klub yang mempekerjakan adik-adik ABG ini,

terlalu kuat, tak ada yang bisa menghentikannya, seperti bigbos Triad di film Hongkong..


Makin hari penderitaan makin bertambah, lebih berat daripada kisah orang Lebak di Jaman VOC,

(seperti yang saya baca di Max Havelaar karangan Multatuli)

Saya merasa itu seperti mengiris hati, saat itu.


Sampai suatu hari,

saya melihat puluhan lelaki Bergamis Putih dan Bersorban datang terburu-buru ke Klub itu. Mereka berdiskusi sesuatu dengan pengelola Klub, dan tiba-tiba,

“BBHUAAAR”... klub dibakar.

Setelah rata dengan tanah, lelaki Bergamis itu kemudian pergi.


Belakangan saya tau,

bahwa lelaki bergamis putih yang memimpin aksi itu adalah Habib Rizieq.

Beliau masih muda saat itu.

Klub itu sempat dibakar 3 kali, setelah dibangun lagi oleh yang empunya 2 kali lagi pasca pembakaran.


Lokasi itu kemudian rata dengan tanah, dan tinggal seonggok saung, yang biasa dipakai untuk melihat sunset di sore hari, di Pulau Sangiang yang misterius.


Beberapa saat, pasca pembakaran, saya dengar Habib ditembak, mobilnya ditembus peluru beberapa lubang, namun Alhamdulillah, beliau selamat.


Sejak saat itu, saya simpati pada Habib Rizieq, serta siapa pun Pria Bergamis dan Bersorban yang mengikuti jalan Beliau.

Mereka adalah Pejuang Kebenaran,

Beliau menyelamatkan gadis-gadis kami, dari perkosaan dan penistaan yang biadab, yang dilakukan oleh orang-2 dewasa berakal dan sadar.


Sampai detik ini, kejadian pembakaran klub maksiat itu masih terus terbayang, dan saya masih ingat, saat gadis-2 menderita di eksploitasi lahir batin, ada seorang lelaki berani mati, yang menyelamatkan mereka.


Menghentikan kezhaliman bukan hal yang mudah, dibutuhkan keberanian dan keikhlasan yang luar biasa, dan Habib Rizieq melakukan hal itu.


Ada yang bilang Habib Takut dipenjara, takut sama Polisi ?

Saya cuma tertawa...

Mati saja beliau berani, dan itu sudah beliau buktikan beratus kali.!


Apakah Habib berambisi jadi penguasa ?

Alhamdulillah, teman tidur saya, (Mantan tetangga Habib dulu di Petamburan) cerita bahwa Si Habib ini anak SMP BETHEL,

Kalau Jum'at jualan Parfum dan Peci di Masjid,

Rumahnya selalu dipakai untuk pengajian beliau itu tidak tertarik dengan kekuasaan.


Saya cerita ini, bukan supaya kamu-kamu yang anti dan benci Habib, terus jadi senang sama Habib, Bukaaaan..

hanya kamu-kamu, kalau ngaku punya akal dan (merasa) Sekolah Tinggi,

Kalau benci dan mau Fitnah, ya kira-kira lah, Jangan Asal !

Aku yakin cepat atau lambat kau bakal kualat..

Sebagai Closing, Habib itu "Ga Perlu Selingkuh" untuk dapat perempuan.

Islam menghalalkan Poligami, dan perempuan yang mau dinikahi Habib juga banyak, ngapain repot-repot bikin dosa.


Yang Mau Fitnah, Mikirlah Pake Akal atau emang gak punya otak ? Dah Gitu Aja !


Di-Copy Dan Edit Dari Tulisan :

By Dr. Ani Hasibuan, Neurologist.

________

Subhanallah...

..

Muhammadiyah 1 Abad Delapan Tahun (Taufik Ismail)

 MUHAMMADIYAH SATU ABAD DELAPAN TAHUN

Oleh: Taufik Ismail

Yang selalu terngiang-ngiang di telinga

Dan berulang-ulang memasuki sukma

Ketika di zaman revolusi di Yogya

Murid Sekolah Rakyat Muhammadiyah saya

Ngupasan nama jalannya

Letaknya di belakang Istana Negara

Kami dituntun mengaji Qur'an

Surah Al-Maún tujuh ayatnya


Yang diulang-ulang adalah nomor tiga

“Wa laa yakhudh-dhu ála thaáamil miskian”

Itulah orang yang mendustakan diin

Astaghfirullah, begitu mendalam maknanya

Ingatlah agar selalu berbuat bagi ummat

Yang berkekurangan hidupnya


Ingatlah agar selalu berbuat bagi ummat

Yang hidupnya sengsara dan melarat

Inilah amanat yang harus senantiasa teringat

Karena sejak kecil telah ditiunjukkan teladan

Agar senantiasa bersifat dermawan


Kenangan berikutnya yang selalu dalam catatan

Adalah ibuku yang aktif di Áisyiyah

Beliau angkatan pertama tamatan Perguruan Diniyah

Puteri Padang Panjang

Asuhan Etek Rahmah el-Yunusiyah


Ketika di Yogya di masa revolusi

Ibuku Tinur M. Nur jadi penyiar di RRI

Untuk siaran luar negeri

Siaran khusus ke negara-negara Islam

Menyampaikan berita tentang Indonesia yang baru merdeka

Negeri Islam yang gigih berjuang

Membebaskan bangsa dari penjajahan kolonialisme

Siaran dalam Bahasa Arab

Yang mendapat sambutan sangat hangat


Inilah kisah tentang ayahku yang sekali sebulan

Mondar-mandir ke Bandung dari Pekalongan

Ikut berkumpul di rumah Bung Karno mendapat latihan 

Setiap pagi ke sana ibuku selalu ke titip rendang Pandang

Untuk Ibu Inggit dalam rantang


Dan Bung karno yang 10 tahun lebih tua dari ayahku

Berkata “Gaffar, ajari saya agama Islam

Kamu nanti saya beri ilmu Marxisme”


Ayah saya tamatan pesantren Summatra Thawalib Parabek

Dengan senang hati bertukar ilmu

Bung Karno taat menghayati Islam

Tapi ayahku walau dibujuk, tak bersedia masuk PNI

Karena sudah sejak lama aktif di Masyumi


Begitulah pengalaman dari zaman sebelum revolusi

Yang terkenang pada hari ini

Hari 108 tahun usia Muhammadiyah kita


Kita terkenang pada gagasan dan amal perjuangan

Sang pendiri K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)

Sesudah kembali studi dari Tanah Suci

Dan interaksi dengan ulama-ulama Indonesia di sana

Sekembali dari Arab Saudi

Kiyai Dahlan pulang membawa ide dan gerakan pembaruan


Didirikanlah organisasi dengan nama Muhammadiyah

Sesudah pendirinya shalat istiharah

18 Nopember 1912 di Yogyakarta

Dimulai dengan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah

Dan berkelanjutan seterusnya dan seterusnya


Di bidang tauhid Kiyai Dahlan ingin membersihkan

Aqidah Islam dan segala macam syirik

Di bidang ibadah membersihkan

Cara-cara ibadah dari bid’ah

Dalam bidang muámalah membersihkan

Kepercayaan dari khurafat

Serta dalam bidang pemahaman ajaran

Ia merombak taklid, lalu memberi kebebasan berijtihad


Dengan demikian kesimpulan utama gerakan ini

(Menurut Djarnawi Hadikusumo) Kiyai Dahlan 

Telah menampilkan Islam sebagai

Sistem kehidupan manusia dalam segala seginya


Berikutnya K.H. Mas Mansyur (1896-1946), tokoh Muhammadiyah 

alumnus Universitas Al-Azhar Cairo mengembangkan kelanjutannya


Di dalam angka-angka amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan 

hingga saat ini adalah sebagai berikut


Telah berdiri

4.623 Taman Kanak-Kanak dan PAUD

2.604 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

1.772 SMP/Madrasah Tsanawiyah

1.143 SMA/SM Kejuruan/Madrasah Aliyah

172 Perguruan Tinggi


Ini berlanjut terus di bidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan seterusnya

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah


Dalam usia 108 tahun pada angka 18 Nopember 2020 ini

Sebagai alumnus Sekolah Rakyat Muhammadiyah

Ngupasan Yogyakarta 1948

Saya berterima kasih sangat tinggi

Kepada guru-guru saya 74 tahun yang silam

Pak Solichin dan Bu Badriyah

Saya terkenang pada teman sekelas saya

Muhammad Farid Ma’ruf dan Sumitra

Yang jadi guru besar di Universitas Gadjah Mada


Saya terkenang pada bangunan sekolah saya

Di Ngupasan, belakang Istana Negara


Saya terkenang pada rumah tua di Langenastran

Jero Beteng, tempat saya ikut berkumpul

Bersama sahabat saya, Rendra


Saya terkenang pada Kantor Muhammadiyah

Lima menit jalan kaki dari SD Ngupasan


Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah

Semoga organisasi Muhammadiyah tak berhenti

Dan senantiasa aktif di ratusan pulau

Ratusan pulau

Mambina jutaan ummat

Jutaan ummat

Dan kini telah melewati masa satu abad


Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah

Teruskanlah melanjutkan gagasan Kiyai Ahmad Dahlan

Kiyai Mas Mansyur dan seluruh pemimpin Muhammadiyah

Di seluruh tanah air kita Indonesia

Semoga dalam lindungan ridha Allah

Aamiin, aamiin,aamiin


Semoga organisasi Muhammadiyah

Senantiasa menjaga kesatuan ummat

Walaupun ada di sana-sini perbedaan

Tapi tetap dalam kesatuan

Sebagai ummat di bawah naungan tauhid

Diperkuat doa bersama

Semoga dalam ridha-Nya senantiasa

Semoga dalam ridha-Nya senantiasa

Semoga dalam ridha-Nya senantiasa

Aamiin, aamiin,aamiin

Ya Rabbal áalamin

Dibacakan oleh Taufiq Ismail pada Resepsi Milad ke 108 dari Masjid AT Tanwir Kantor PPM Menteng

Wednesday, November 11, 2020

SARASEHAN MUI BALI

Beberapa masukan dan usulan peserta sarasehan yg diselenggarakan MUI Bali di Gedung BPK Denpasar,  Sabtu,  07 November 2020.

Dengan Tema "Mengurai Permasalahan Ummat Islam Bali Dalam Rangka Munas MUI dan Musyda MUI Bali"

Beberapa masukan dan usulan peserta diantaranya. 

1. MUI kedepannya agar menjadi menjadi garda terdepan peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas pendidik. 

2. UNUD blm ada masjid utk ibadah bagi mahasiswa muslim. 

3. MUI agar menjadi pemersatu dan perekat ummat yg beragam Ormasnya,  Orpol dan aspirasinya. 

4. Alat perjuangan yg paling efektif melalui jalur politik, diharapkan MUI memasyarakatkan pentingnya melek politik, terutama politik keumatan. 

5. Potensi Ummat punya wakil di DPRD Kab/Kota, Denpasar,  Badung,  Jembrana,  Buleleng, Karangasem dan Klungkung dengan syarat diperlukan  kolaborasi dan pembagian Dapil bagi partai-partai Islam. 

6. Potensi Ummat memiliki wakil di DPRD Bali terutama Denpasar,  jembrana, Buleleng dan Badung dengan syarat diperlukan kolaborasi sesama partai Islam. 

7. Potensi ummat memiliki wakil di DPR RI dengan syarat partai -partai Islam berkolaborasi mengingat DPT Muslim Bali 2019 sebanyak 410 rb dan telah terbukti bisa mengantarkan H. Bambang Santoso terpilih jadi anggota DPD RI

8. Pentingnya menyadarkan ummat terhadap realitas keberagaman dan pemahaman keagamaan ummat

9. Pentingnya membangun kesadaran ummat tentang pemberdayaan ekonomi ummat berbasis masjid

10. Menjadikan masjid sebagai pusat ibadah,  peradaban ummat dan menguatkan ukhuwah islamiyah. 

11. Masjid agar difungsikan sebagai

 - Baitullah ( ibadah dan ilmu) 

 - Baitul Maal ( Sosial dan berbagi) 

 -Baitul Mu'amalah (Iqtishodiyah, ekonomi ummat berbasis masjid)

12. Kaitannya dengan politik/siyasah, MUI dari semua tingkatan agar menyadarkan ummat sangat pentingnya ummat punya wakil di DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi dan DPR RI serta mampu mempertahankan UBS di DPD RI

Utk mencapainya ummat harus membangun barisan yg kuat,  bukan sekedar perkumpulan,  serta masing2 partai yg berbasis Islam melepas ego sektorialnya,  dan ini yg paling pelik. 

Demikian sebatas yg bisa saya catat. 

Catatan:

Peserta sarasehan

1. Dewan Pertimbangan MUI Bali. 

2. Dewan Pimpinan MUI Bali

3. Kordinator Komisi -komisi MUI Bali

4. Ketua Ormas Islam Bali

5. Ketua Partai Politik Islam Bali

6. Ketua MUI Kabupaten/Kota se Bali

Friday, November 6, 2020

Menghargai orang lain

 HANYA MENGINJAK AL QUR'AN 

Dosen yang terkenal liberal itu mulai berceramah.

 Namun, ia tidak langsung masuk ke mata kuliahnya. 

Ia justru berbicara tentang fenomena umat Islam yang menurutnya pemarah. 

Ada yang memprotes adzan, marah. 

Ada yang membakar Al Qur'an, marah.

 Ada yang melecehkan surat Al Maidah, marah.

Padahal, menurutnya, yang dibakar itu hanya kertas. Sedangkan Al Qur'an yang sebenarnya ada di lauhul mahfudz.. 

Tak bisa dibakar, tak bisa dilecehkan.

"Saya benar-benar heran dengan umat Islam. 

Terlalu lebay, menurut saya. 

Hanya karena ada yang menginjak mushaf Al Qur'an, mereka marah lalu ribuan orang menggelar demonstrasi di mana-mana. 

Padahal yang dibakar itu cuma kertas. 

Hanya media tempat menulis Al Qur'an.

 "Al Qur'an aslinya ada di lauhul mahfuzh,” kata dosen itu.

“Saya pikir para mahasiswa harus dicerdaskan soal ini.”

Ruang kuliah itu hening beberapa saat. Sebagian mahasiswa agaknya setuju dengan pemikiran sang dosen. Hingga kemudian, seorang mahasiswa yang dikenal cerdas mengacungkan tangan.

“Memang Al Qur'an itu, hakikatnya ada di lauhul mahfuzh,” katanya sambil berjalan mendekati dosen.

“Maaf, Pak. Boleh saya melihat makalah Bapak?”

Wajah mahasiswa lainnya menegang. Mereka khawatir akan ada insiden yang tidak terduga antara mahasiswa yang dikenal sebagai aktifis dakwah itu dengan dosennya yang liberal.

“Makalah ini bagus Pak,”

Wajah-wajah yang tadinya sempat tegang kini normal kembali. Namun itu hanya sesaat, karena setelah itu, mahasiwa tersebut melempar makalah ke lantai kemudian menginjaknya.

“Sayang sekali analisanya kurang komprehensif !!”

Tak cukup menginjak. Ia ludahi makalah itu kemudian ia injak-injak lagi.

Praktis makalah tersebut menjadi kotor dan rusak.

Di dekatnya, sang dosen melotot. Mukanya merah padam. Kedua telapak tangannya menggenggam erat.

“Kurang ajar...!!! Kamu menghina karya ilmiah saya. Kamu menghina pemikiran saya,” kata sang dosen sembari melayangkan tangannya ke arah mahasiswa. Namun, dengan cekatan mahasiswa itu menangkisnya.

“Marah ya Pak? Saya hanya menginjak kertas kok, Saya hanya meludahi kertas !! Saya hanya melecehkan kertas. Saya tidak melecehkan pemikiran Bapak karena pemikiran Bapak ada di kepala Bapak. Saya kan tidak menginjak kepala Bapak. Saya pikir Bapak harus dicerdaskan soal ini ”

Mendengar itu, sang dosen tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia seperti mendapatkan serangan balik yang mematikan. Segera, buku-bukunya dikemasi dan ia meninggalkan ruang kuliah itu dengan muka merah padam.

Silahkan share untuk menangkal pemahaman terkutuk liberalisme.. 

Wednesday, November 4, 2020

tiga cara mengenal karakter seseorang: safar, muamalah, dan amanah

 ﺑِﺴْﻢِاللّٰهﺍﻟﺮَّﺣْﻤٰﻦِﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢ

SEJAUH MANA KITA MENGENALNYA?: TIGA CARA MENGENALI KARAKTER SESEORANG

Ada seorang laki-laki berkata kepada Umar: 

"Sesungguhnya si fulan itu orangnya baik".

Umar: "Apakah kamu pernah bersafar bersamanya ?"

Lelaki: "Belum pernah".

Umar: "Apakah kamu pernah bermu'amalah dengannya ?"

Lelaki: "Belum pernah".

Umar: "Apakah kamu pernah memberinya amanah ?"

Lelaki: "Belum pernah".

Umar: "Kalau begitu kamu tidak punya ilmu tentangnya, dan barangkali kamu hanya melihat dia sholat di masjid".

(Mawa'idz shohabah hal. 65).

Mengapa Umar mempertanyakan tiga perkara ini ya akhi ?

"Karena dengan safar, kita dapat mengetahui karakter dan watak seseorang sesungguhnya.."

Safar adalah bagian dari adzab (azab? Pengutip), capek dan melelahkan, disaat itu akan tampak watak asli seseorang.....

Dengan mu'amalah seperti jual beli dan lainnya, kita dapat mengetahui akhlak seseorang...

Dan dengan memberi amanah, kita dapat mengetahui kadar amanah dan agama seseorang..

Sungguh, pertanyaan yang cerdas, yang menunjukkan kepada pengalaman dan keilmuan.

Jadi, intinya bukan menyatakan baiknya seseorang karena dia terlihat sering di masjid, dia di masjid karena kewajiban dia kepada Allah, tapi tiga rincian di atas sebagai ukuran antara dirinya pribadi, dan dia bermasyarakat pada umumnya.

SEJAUH MANA KITA MENGENALNYA?: TIGA CARA MENGENALI KARAKTER SESEORANG