Saturday, July 12, 2014

Muhammadiyah, Gerakan Reformis Indonesia



MUHAMMADIYAH: GERAKAN REFORMIS ISLAM INDONESIA[1]

Majid Wajdi[2]

Sembilan puluh delapan (98) tahun yang lalu, tepatnya 18 November 1912, seorang yang bernama Kiai Haji Ahmad Dahlan membuat terobosan baru untuk membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia dari kebodohan dengan membangun sebuah organisasi sosial pendidikan yang diberi nama Muhammadiyah. Bahkan sebelumnya, yakni tanggal 1 Desember 1911 Ahmad Dahlan telah merintis mendirikan sekolah dasar (SD) di lingkungan Kraton Yogyakarta.  Sekolah ini merupakan sekolah Islam swasta pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapat subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.                       
Kebangkitan kesadaran sebagai bangsa yang dipelopori Ahmad Dahlan membawa dampak yang sangat luas, sehingga dari kalangan ummat Islam tergerak untuk melahirkan organisasi sejenis yaitu Persyarikatan Ulama di Majalengka (1915), Persatuan Islam di Bandung (1923), Nahdlatul Ulama di Surabaya (1926), dan Al-Wasliyah di Medan (1930). Di samping itu, sepuluh tahun kemudian, di Yogyakarta Ki Hajar Dewantara, mantan ketua Sarikat Islam Bandung terilhami untuk mendirikan gerakan di bidang pendidikan yang diberi nama Taman Siswa (1922). Dari sekian banyak gerakan yang didirikan, Muhammadiyah adalah sebuah gerakan yang sangat berpengaruh, sebuah titipan yang membangkitkan kesadaran perlunya menangani pembinaan kaderisasi bangsa secara intensif. Kebangkitan Muhammadiyah merupakan tonggak sejarah pembaruan jawaban ummat Islam Indonesia terhadap penindasan imperialism. Ahmad Dahlan melakukan upaya ini melalui organisasi sosial pendidikan, bukan konfrontasi dengan mengangkat senjata melawan penjajahan. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi Timur Tengah yang sedang dalam keretakan yang parah. Kesultanan Turki (1055—1925) dalam keadaan sakit. Nasionalisme Arab dan upaya imperialismi Barat yakni Inggris dan Perancis mulai melemahkan Sultan Turki sebagai khalifah ummat Islam.
                                                                                       
Di bawah kondisi umat  Islam Indonesia dan Timur Tengah yang demikian ini, K.H. Ahmad Dahlan, mencari jawabannya dengan kembali pada Al-Quran. Yang beliau buka justru surat Al Maun, sebuah surat di dalam Al-Quran yang berjumlah 7 ayat pada pertemuan awal berdirinya Muhammadiyah. Dalam pandangan Ahmad Dahlan, bangsa Indonesia adalah ibarat anak yatim (107: 2), yang tidak memiliki pelindung kekuatan politik. Sebagai bagian orang dalam Kesultanan Yogyakarta, Ahmad Dahlan melihat dengan jelas kerapuhan kekuasaan Sultan: sekedar penyandang gelar, tetapi kekuasaannya telah dieliminasi. Keadaan raja-raja di tanah air juga tidak jauh berbeda: tidak memiliki kekuatan politik. 
Dalam kondisi politik seperti ini, siapa yang akan menjadi pelindung umat yang yatim piatu?  Selain umat menjadi yatim piatu, nasibnya semakin buruk, menjadi buruh miskin yang harus bekerja keras tetapi mendapatkan upah yang rendah, dan tentu tidak cukup untuk makan (QS 107: 3). Kondisi social politik yang demikian disebabkan rendahnya tingkat pendidikan bangsa Indonesia. Pesantren dengan keterlibatannya dalam perlawanan senjata untuk menjawab serangan fisik militer penjajah, tidak berkesempatan membangun pendidikannya. Apalagi banyak ulama yang gugur sebagai syuhada.  Untuk menjawab problem ummat dan jalan keluarnya, diperlukan pemikiran yang bijaksana dan arif.  Ahmad Dahlan menjatuhkan pilihannya dengan membangun organisasi yang menangani masalah social pendidikan.

Membangun Lembaga Pendidikan
            Penjajah melalui sistemnya tetap berupaya melestarikan penjajahnnya di Indonesia. Pendidikan bagi rakyat Indonesia dipersulit, diperlambat pembangunannya, dan juga dijadikan sebagai sarana pemecah belah sejak masa kanak-kanak. Sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda juga berdasarkan perbedaan Bahasa Pengantar, Keturunan, Suku & Agama (Lihat Tabel 1).

Tabel 1
Sekolah Dasar (Lager Onderwijs) Berdasarkan Perbedaan Bahasa Pengantar,   Keturunan, Suku & Agama (Suryanegara, 1995)
SD
Peruntukan
Tahun Berdiri
Sekolah Rendah Eropa (Europeesche Larger School – ELS)
Bangsawan, Belanda, & Timur Asing
1818.

Westersch Larger School
Orang Barat dengan Pengantar Bahasa Belanda

Sekolah Bumi Putera:
1)      Indische School (5 tahun)
2)      Volks School -Sekolah Desa (3 tahun)
3)      Vervolg School – sekolah lanjutan sekolah rendah (2 tahun)
4)      Schakel School – sekolah peralihan (5 tahun)
5)      Hollandsch Indische School – HIS (6 tahun)
6)      Hoofden School – Sekolah Raja)

-

-

-

Memakai bahasa daerah & Belanda.

Untuk anak bangsawan & Belanda (disebut Sekolah Rendah “Kelas satu”)

Untuk Anak Raja
(karena sedikit sekali anak raja, maka diintegrasikan dengan  ELS & HIS setelah 1914).
1907

Sekali lagi jika dicermati sekolah yang didirikan penjajah Belanda, dari SD saja sudah terlihat bahwa tujuan pendidikan Belanda adalah dalam rangka divide and rule, yaitu membuat desintegrasi antara Cina, Ambon, Arab, dengan pribumi. Di samping itu diskriminasi diperluas dengan adanya Hollandsch Chinese School (Sekolah Rendah Cina), dan Ambonsche Burger-school (sekolah khusus suku Ambon). Dalam distribusi dana juga terlihat diskriminasinya: ELS memperoleh subsidi dana f. 2677.000 untuk 2.500  murid, sebaliknya untuk SD hanya memperoleh f. 1.399.000 untuk 1.62.000 murid atau 75 kali jumlah murid ELS.                                                                                                        
Melihat praktik pelaksanaan pendidikan yang demikian, menggugah Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada 30 Zulhijjah 1330 H, atau 18 November 1912. Enam tahun kemudian didirikan seksi Majelis Penolong Kesengsaraan Ummat (MPKU) pada 1918. Bukan hal yang mengherankan apabila upaya pembangunan pendidikan bangsa mendapat hambatan yang luar biasa. Pemerintah penjahah Belanda melihat kebangkitan Islam mendapatkan dukungan ulama dan rakyat. Oleh karena itu pemerintah penjajah Belanda berupaya mengganjalnya.                                                                                    
 Kehadiran Muhammadiyah sepintas sepertinya bukan gerakan politik, tetapi faktanya melakukan politik pendidikan yang berpengaruh besar terhadap pembentukan pola pikir generasi muda.  Di samping itu didirikan kepanduan (kepramukaan) Hisbul Wathan (Cinta Tanah Air), Keputrian Nasyiyatul Aisyiyah, wadah bagi ibu-ibu Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan tapak Suci Muhammadiyah. Semua organisasi otonom (ORTOM) tersebut adalah sebagai wadah pendidikan kader Muhammadiyah, Kader Ummat, dan Kader bangsa. Ciri Islam menjadi daya tarik yang memungkinkan Muhamadiyah tersebar ke segenap wilayah Indonesia. Sikap Muhammadiyah yang pluralistik sangat membahayakan keberadaan penjahah Belanda. Sikap Muhammadiyah yang membuka diri untuk rakyat, justru semakin mempercepat Muhammadiyah berhasil membangun sekolah sebanyak depalan (8) buah Holland Indische School (HIS), satu Kweekscholl (Sekolah Guru), 32 Indische School (Sekolah Rendah “Kelas Dua”), dan 14 Madrasah. Semua ini terjadi pada tahun 1925.      

Tabel 2 Jumlah Sekolah Muhammadiyah Tahun 1925 (Suryanegara, 1995)
Nama Sekolah
Jumlah
Tahun berdiri s/d
Holland Indische School (HIS),
 8 buah
1925
Kweekscholl (Sekolah Guru)        
1 buah

Indische School (Sekolah Rendah “Kelas Dua”),
32 buah

Kweekschool (Sekolah Guru)
1 buah

Madrasah
14 buah


Nama-nama sekolah di atas menggunakan nama yang sama persisi dengan sekolah yang didirikan oleh pemerintah penjajah Belanda. Yang membedakan adalah kurikulumnya ditambah dengan pendidikan agama Islam. Sering namanya ditambahkan sehingga menjadi HIS met de Quran. Selain lembaga pendidikan seperti tersebut di atas, Muhammadiyah semakin meluas cabang-cabanganya. Pada tahun 1928 terdapat 150, 1929 terdapat 209, dan tahun 1931 terdapat 267 cabang. Poliklinik yang dibangun di Yogya, Surakarta, Surabaya, malang pada tahun 1929 telah mengobati 81.000 orang, pada saat masyarakat masih takut kepada dokter, justru Poliklinik Muhammadiyah mendapat perhatian masyarakat banyak. Jika kita perhatikan Tabel 3 dan Tabel 4 berikut ini, maka sangat membanggakan jaringan kepemimpinan Muhammadiyah sudah merambah ke seluruh pelosok negeri. Begitu pula amal usaha berupa lembaga pendidikan dan klinik Muhammadiyah yang mencapai angka yang spektakuler yang belum pernah dicapai oleh lembaga swasta manapun.

     Tabel 3 Jaringan Kepemimpinan Muhammadiyah
No
Kepemimpinan
Data Tahun 2010
1
Pimpinan Wilayah (PWM)
33
2
Pimpinan Daerah (PDM)
417
3
Pimpinan Cabang (PCM)
3221
4
Pimpinan Ranting (PRM)
8107
     
     Tabel 4 Jaringan Amal Usaha
No
Jenis Amal Usaha
Data Tahun 2010
1
Sekolah Dasar (SD)
1.176
2
Madrasah Ibtidaiyah/ Diniyah (MI/MD)
1.428
3
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1.188
4
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
534
5
Sekolah Menengah Atas (SMA)
515
6
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
278
7
Madrasah Aliyah (MA)
172
8
Pondok Pesantren
67
9
Akademi
19
10
Politenik
4
11
Sekolah Tinggi
88
12
Universitas
40
13
Perguruan Tinggi  ‘Aisyiyah
11
14
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP
457
15
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga
318
16
Panti Jompo
54
17
Rehabilitasi Cacat
82
18
TK Aisyiyah Bustanul Atfal
2.289
19
Sekolah Luar Biasa (SLB)
71
20
Masjid
6118
21
Musholla
5080
22
Tanah
20.945.504

Sebagai gerakan pembaru, langkah lanjut Muhammadiyah merintis kerjasama dengan NU membangun Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada tahun 1937. Pada masa penjajahan Jepang, Muhammadiyah juga berprestasi merintis dan membina organisasi militer Tentara Pembela Tanah Air, Ulama dan Guru sebagai Komandan Batalyon (1943). Pengaruh organisasi militan ini sangat besar dalam pembentukan TNI di masa Perang Kemerdekaan (1945—1950). Pada Muktamar Ummat islam di Yogyakarta pada 7 November 1945 Muhammadiyah ikut serta melahirkan resolusi jihad “60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berdjihad Perang di Djalan Allah menentang Tiap Pendjadjahan”, sebagaimana dimuat pada koran Kedaultan Rakyat, 9 November 1945. Resolusi ini merupakan sumbangan besar yang memastikan langkah ummat membela proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.         Kehadiran Muhammadiyah di Indonesia telah berpartisipasi menghantarkan bangsa dan Negara berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa memiliki kemerdekaannya. Banyak ormas dan orpol serta lembaga pendidikan non-Islam yang didirikan sebelum dan sesudah Muhammadiyah, tetapi kini tinggal kenangannya belaka. Lain halnya dengan Muhammadiyah, yang masih mampu berkiprah mencerdaskan bangsa melalui berbagai pendidikan yang dibangunnya. Bangsa ini sekarang ini tidak lagi yatim piatu, walaupun demikian Muhammadiyah tetap menyantuninya.

BAHAN BACAAN

Steenbrink, Karel A. 1986. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun    Modern. Jakarta: LP3ES. Hlm. 50—58
Suryanegara, Ahmad Mansur.  1995. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di        Indonesia. Bandung: Mizan.
Tim Penyusun. 2005. Profil Muhammadiyah. Jakarta: PP Muhammadiyah.
Tim Penyusun. Sejarah Muhammadiyah. Diunduh dari:             http://www.muhammadiyah.or.id/sejarah-muhammadiyah.html  

Majid Wajdi
(1)    Alumni (S1) Sastra Inggris FS Unud Denpasar (1989),
(2)    Magister Pendidikan Bahasa, Undiksha Singaraja (2007) - Beasiswa BPPS
(3)    Doktor (S3) Sosiolinguistik, Program Pascasarjana UNUD – Beasiswa BPPS.
(4)    Staf Pengajar Politeknik Negeri Bali sejak November 1990—sekarang.

Pengalaman Organisasi:
1)      Ikatan Pelajar Muhammadiyah (1978—1979)
2)      Sekretaris OSIS MAN Purworejo (1981—1982)
3)      Ketua Komisariat FS HMI Cabang Denpasar (1984—1985)
4)      Ketua Remaja Masjid Nurul Huda (1986—1989)
5)      Ketua Pemuda Muhammadiyah Badung (1990—1994 & 1994—1998)
6)      Ketua Pemuda Muhammadiyah Wilayah Bali (1998—2002)
7)      Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Badung (2000—2005)
8)      Ketua KAHMI Badung (2005—2010)

MUHAMMADIYAH: GERAKAN REFORMIS ISLAM INDONESIA

[1] Disampaikan pada Orientasi  Studi Dasar Islam (OSDI) IMM Badung,  di Kuta Bali, 20 Maret 2011
[2]) Alumni (S1) Sastra Inggris FS Unud (1989), Magister Pendidikan Bahasa (2007), Doktor (S3) Sosiolinguistik, Program Pascasarjana UNUD. Staf Pengajar Politeknik Negeri Bali (November 1990—sekarang).

3 comments:

  1. a nice paper. good luck

    ReplyDelete
  2. Frankly speaking I am new to web-blog. I have to thank my friend who has introduced me to web blog. He guided me how to make email using g-mail. I tried to write some articles. I am still learning how to upload, to edit, to do what I have to do... although I sometimes I have to ask friend or to find some (tips and tricks to write blog) at Google. Google, today, is believed to be the most interesting place to visit, to find some information.... To make me sure what I have to do with my blog, I put my idea in http://mawa2014.blogspot.com. I wrote some tips and tricks in Indonesian.

    ReplyDelete
  3. majelis ulama, majelis permusyawaratan rakyat, majelis .......

    ReplyDelete